Selasa, 05 Februari 2013

makalah filsafat Ibn Khaldun




MAKALAH

FILSAFAT UMUM
Tokoh filsafat Islam IbnKhaldun
(Sebagai salah satu tugas untuk memenuhi syarat untuk menyelesaikan studi Filsafat umum dosen pengampu Drs. Mat Jalil .M.Hum.)

Add caption

Disusun oleh :
Nama              : Eko Mustofa
Npm                : 1172724
Prodi               : Ekonomi Islam
Kelas               : B
Semester         : II(dua)
           
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN) JURAI SIWO METRO
JURUSAN SYARI’AH
TAHUN 2012


 

KATA PENGANTAR



Puji syukur kehadirat Allah SWT, penyusun dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini. Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah FilsafatUmum, yang diampu oleh Bapak Drs. Mat Jalil.M.Hum.
Dalam penyusunan makalah ini, tidak sedikit hambatan yang penyusun hadapi, namun dengan semangat dan dibantu oleh rekan-rekan akhirnya penyusunan makalah ini dapat terselesaikan juga. Tak lupa juga pada kesempatan yang baik ini penyusun ingin mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dan ikut berpartisipasi dalam pembuatan makalah ini baik berupa moralmaupun material.
Demi kesempurnaan makalah ini penyusun menerima kritik dan saran yang membangun, supaya makalah ini jadi yang lebih baik lagi. Semoga makalah ini bermanfaat bagi penyusun khususnya dan dapat memberikan manfaat bagi pembaca umumnya.


    Metro,  April 2012


                Penyusun


                                                   




 



BAB I
PENDAHULUAN
I.I Latar Belakang
Abdurrahman Ibn Khaldun (1332 M-1406 M), lahir di Tunisia, adalah sosok pemikir muslim legendaris. Khaldun membuat karya tentang pola sejarah dalam bukunya yang terkenal: Muqaddimah, yang dilengkapi dengan kitab Al-I’bar yang berisi hasil penelitian mengenai sejarah bangsa Berber di Afrika Utara. Dalam Muqaddimah itulah Ibnu Khaldun membahas tentang filsafat sejarah dan soal-soal prinsip mengenai timbul dan runtuhnya negara dan bangsa-bangsa.
Ibnu Khaldun menempuh pendidikan di Tunis untuk mempelajari Al-Qur’an, Hadist, serta beberapa cabang studi Islam. Ia juga belajar kesusastraan Arab, filsafat, matematika, dan ilmu falak. Ketika remaja, ia mengabdi kepada penguasa Mesir, Sultan Barquq.
Arnold Toynbee, sejarawan asal Inggris, menilai kemampuan pemikiran dan karya-karya Ibnu Khaldun dapat disejajarkan dengan Thusydides dan Machiavelli. Bahkan, kini semakin banyak ilmuwan dunia yang memandang Ibnu Khaldun sebagai peletak dasar-dasar falsafah sejarah dan sosiologi. Tentang ihwal keruntuhan sebuah negara, simak sepenggal isi Muqaddimah:
“Ia berlaku disebabkan beberapa faktor utama seperti berlakunya kedzaliman, penindasan dan kehilangan akhlak di kalangan pemerintah serta kesatuan yang baik antara komuniti masyarakat ke arah mengislahkan kerusakan serta kerja menegakkan makruf dan mencegah kemungkaran yang berlaku.”
Maksud Ibnu Khaldun dalam pernyataan ini adalah bahwa jatuhnya sebuah negara atau pemerintahan semata-mata disebabkan oleh ulah kaum di dalam negara itu sendiri, bahwa negara-negara mempunyai usia alami sebagaimana manusia. Jatuh bangunnya sebuah negara ditentukan oleh sikap manusia yang ada di dalamnya. Ketidakadilan, kekecewaan rakyat, serta tirani adalah langkah awal kehancuran sebuah negara.
Ibnu Khaldun berharap agar penguasa-penguasa muslim menjadi bijak, arif, dan tidak tenggelam dalam keserakahan. Asa Ibnu Khaldun tersebut dipengaruhi oleh ajaran Plato tentang konsep “Raja-Filosof”. Namun, harapan seperti ini tampaknya tidak kunjung menjadi kenyataan, baik pada masa hidup Ibnu Khaldun ataupun sesudahnya. Penguasa-penguasa ideal yang tampil dalam panggung sejarah Islam sudah menjadi sebuah kelangkaan. Kemungkinan, harapan dari pemikiran Ibnu Khaldun yang menjadi salah satu faktor mengapa Ibnu Khaldun kerap disebut sebagai sejarawan pesimis.
Ibnu Khaldun juga kesohor sebagai seorang sejarawan handal. Banyak diantara pemikirannya yang menjangkit soal sejarah. Tujuan umum penulisan sejarah bagi Ibnu Khaldun adalah agar generasi berikutnya dapat mengetahui dan menyikapi keadaan masa lalu, serta dapat mengambil ibrah dalam upaya membangun masa depan (masa depan tegak di atas masa lalu). Sejarahlah yang menjadi jembatan pertemuan masa lalu dan masa yang akan datang. Ibnu Khaldun sangat menonjol di antara sejarawan lainnya, karena memperlakukan sejarah sebagai ilmu, tidak hanya sebagai dongeng. Dia menulis sejarah dengan metode baru untuk menerangkan, memberi alasan, dan mengembangkannya sebagai sebuah filsafat sosial.
Menurut Ibnu Khaldun, sejarah adalah salah satu disiplin ilmu yang dipelajari secara luas oleh bangsa-bangsa dan generasi-generasi. Dalam hakekat sejarah, terkandung pengertian observasi dan usaha mencari kebenaran, keterangan mendalam tentang sebab dan asal muasal benda., serta pengetahuan tentang substansi, esensi, serta musabab terjadinya suatu peristiwa. Dengan demikian, sejarah benar-benar terhujam berakar dalam filsafat, dan patut dianggap sebagai salah satu cabang filsafat.

I.II Rumusan Masalah

Penulis telah menyusun beberapa masalah yang akan dibahas dalam makalah ini sebagai batasan dalam pembahasan bab isi. Adapun beberapa masalah yang akan dibahas dalam karya tulis ini antara lain:
Ø  Siapakah Ibn khaldun ?
Ø  Apa saja konsep yang dibawa Ibn khaldun ?

 I.III Tujuan Penulisan

       Berdasarkan rumusan masalah yang disusun oleh penulis di atas, maka tujuan dalam penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:
Ø  Untuk mengetahui siapakah Ibn khaldun.
Ø  Untuk mengetahui apa saja konsep-konsep yang dibawa Ibn khaldun.





BAB II
PEMBAHASAN

II.I Riwayat Singkat Hidup Ibn Khaldun

Nama lengkap Ibnu Khaldun adalah Abdurrahman Abu Zaid Waliuddin bin Khaldun. Nama kecilnya Abdurrahman. Nama panggilnya Abu Zaid; gelarnya Waliuddin, dan nama populernya Ibnu Khaldun. (Ali Abdul Wahid Wafi’, 1985:5) Ibnu Khaldun dikenal dengan Ibnu Khaldun karena dihubungkan dengan garis keturunan kepada kakeknya yang kesembilan, yaitu Khalid bin Utsman, dan dia adalah orang pertama dari marga ini yang memasuki negeri Andalusia bersama para penakluk berkebangsaan Arab. Dia dikenal dengan nama Khaldun sesuai dengan kebiasaan orang-orang Andalusia dan orang-orang Maghribi, yang terbiasa menambahkan huruf wawu dan nun di belakang nama-nama orang terkemuka sebagai penghormatan dan takzim, seperti Khalid menjadi Khaldun.
Ibnu Khaldun di lahirkan di Tunisia pada awal Ramadhan tahun 732 H, atau tepatnya pada 27 Mei 1333. Rumah tempat kelahirannya masih utuh hingga sekarang yang terletak di jalan Turbah Bay. Dalam beberapa tahun terakhir ini rumah tersebut menjadi pusat sekolah Idarah ‘Ulya, yang pada pintu masuknya terpampang sebuah batu manner berukirkan nama dan tanggal kelahiran Ibnu Khaldun.


 Bani Khalduniyah di Andalusia memainkan peran yang cukup menonjol, baik dalam bidang ilmu pengetahuan maupun politik. Setelah menetap di Carmona, kemudian mereka pindah ke Sevilla, dikarenakan situasi politik di Andalusia yang mengalami kekacauan, baik karena perpecahan di kalangan Muslim maupun karena serangan pihak Kristen di Utara, maka Banu Khaldun pindah lagi ke Afiika Utara. Al- Hasan Ibn Jabir adalah nenek moyang Ibnu Khaldun yang mula-mula datang ke Afiika Utara, di mana Ceuta merupakan kota pertama kali yang mereka pijak, sebelum pindah ke Tunis pada tahun 1223.
Di Tunis, di tempat barunya, Banu Khaldun tetap memainkan peran penting. Muhammad Ibn Muhammad, kakek Ibnu Khaldun, adalah seorang ‘hajib’, kepala rumah tangga istana dinasti Hafsh. la sangat dikagumi dan disegani di kalangan istana, berkali-kali Amir Abu Yahya al-Lihyani (711 H), pemimpin dinasti al-Muwahhidun yang telah menguasai bani Hafz di Tunis, menawarkan kedudukan yang lebih tinggi kepada Muhammad Ibn Muhammad, tetapi tawaran itu ditolaknya, pada akhir hayatnya, kakek Ibnu suka menekuni ilmu-ilmu keagamaan hingga wafatnya pada 1337 M.
Dari latar belakang keluarganya yang banyak bergerak dalam bidang politik dan pengetahuan seperti inilah Ibnu Khaldun dilahirkan di Tunisia pada awal Ramadhan 732 H. Menurut perhitungan para sejarawan, hal ini bertepatan dengan 27 Mei 1333 M. Kondisi keluarga seperti itu kiranya telah berperan dominan dalam membentuk kehidupan Ibnu Khaldun. Dunia politik dan ilmu pengetahuan telah begitu menyatu dalam diri Ibnu Khaldun. Ditambah lag! kecerdasan otaknya juga berperan bagi pengembangan karirnya.
Secara detail perjalanan hidup Ibnu Khaldun akan dipaparkan dalam tiga fase, yaitu:
1.      Fase pertama; Masa Pendidikan Fase pertama ini dilalui Ibnu Khaldun di Tunis dalam jangka waktu 18 tahun, yaitu antara tahun 1332-1350 M. Seperti halnya tradisi kaum Muslim pada waktu itu, ayahnya adalah guru pertamanya yang telah mendidiknya secara tradisional, mengajarkan dasar-dasar agama Islam. Di samping ayahnya, Ibnu Khaldun juga mempelajari berbagai disiplin ilmu pengetahuan dari para gurunya di Tunis. Tunis pada waktu itu merupakan pusat para ulama dan sastrawan, tempat berkumpulnya para ulama Andalusia yang lari menuju Tunis akibat berbagai peristiwa politik.
Seperti halnya Toto Suharto, menukilkan dari Fathiyah Hasan Slaiman bahwa disebutkan beberapa gurunya yang berjasa dalam perkembangan intelektualnya. Di antaranya adalah Abu Abdillah Muhrnas Ibn Sa’ad al-Anshari dan Abu al-Abbas Ahmad ibn Muhammad al-Bathani dalam qira’at; Abu Abdillah Ibn al-Qashar dalam ilmu gramatika Arab; Abu ‘Abdillah Muhammad Ibn Bahr dan Abu Abdillah Ibn Jabir al-Wadiyasyi dalam sastra; Abu Abdillah al-Jayyani dan Abu Abdillah ibn Abd al-Salam dalam ilmu fiqh; dan masih banyak lagi gurunya. Walaupun dia mempunyai banyak guru dan mempelajari berbagai disiplin ilmu, pendidikan yang diperoleh Ibnu Khaldun sangatlah mendalam dan terkesan dalam dirinya.
Dilihat dengan banyaknya disiplin ilmu yang dipelajari oleh Ibnu Khaldun pada masa mudanya, dapat diketahui bahwa beliau memiliki kecerdasan otak yang luar biasa. Hal ini menunjukkan bahwa Ibnu Khaldun adalah orang yang memiliki ambisi tinggi, yang tidak puas dengan satu disiplin ilmu saja. Pengetahuan begitu luas dan bervariasi. Hal ini merupakan kelebihan yang sekaligus juga merupakan kekurangannya.
2.      Fase kedua; Aktifitas Politik Praktis Fase kedua dilalui Ibnu Khaldun dalam berbagai tempat seperti di Fez, Granada, Baugie, Biskara dan lain-lain, dalam jangka waktu 32 tahun antara 1350-1382 M. Karir pertama Ibnu Khaldun dalam bidang pemerintahan adalah sebagai Sahib al-Alamah (penyimpan tanda tangan), pada pemerintahan Abu Muhammad Ibn Tafrakhtn di Tunis dalam usia 20 tahun. (Mukti Ali, 1970:17)
Awal karir ini hanya dijalani Ibnu Khaldun selama kurang lebih 2 tahun, kemudian ia berkelana menuju Biskara karena pada tahun 1352 M Tunis diserang dan dikuasai oleh Amir Abu Za’id, penguasa Konstantin sekaligus cucu Sultan Abu Yahya al-Hafsh. Pada waktu Abu Inan menjadi raja Maroko, Ibnu Khaldun mencoba mendekatinya demi mempromosikan dirinya ke posisi yang lebih tinggi. Sultan Abu Inan bahkan beliau mengangkatnya sebagai sekretaris kesultanan di Fez, Maroko. Di kota inilah Ibnu Khaldun memulai karirnya dalam dunia politik praktis, yaitu pada tahun 1354 M.
Selama 8 tahun tinggal di Fez, banyak perilakuperilaku politik yang dia lakukan. Sehingga belum lama menjabat sebagai sekretaris kesultanan, ia dicurigai oleh Abu ‘Inan sebagai pengkhianat bersama pangeran Abu ‘Abdillah Muhammad dari bani Hafsh yang berusaha melakukan satu komplotan politik. Iklim politik yang penuh intrik menyebabkan Ibnu Khaldun meninggalkan Afrika Utara dan demi karirnya sebagai politikus dan pengamat, akhirnya ia memantapkan pergi ke Spanyol dan sampai di Granada pada tanggal 26 Desember 1362 M.
Ibnu Khaldun diterima baik oleh raja Granada, Abu Abdillah Muhammad ibn Yusuf. Setahun setelah itu Ibnu Khaldun diangkat menjadi duta ke istana raja Pedro El Cruel, raja Kristen Castilla di Sevilla, sebagai seorang diplomat yang ditugaskan untuk mengadakan perjanjian perdamaian antara Granada dan Sevilla. Karena keberhasilannya, raja V memberi Ibnu Khaldun tempat dan kedudukan yang semakin penting di Granada. Hal ini menimbulkan kecemburuan di lingkungan kerajaan, akhirnya beliau memutuskan untuk kembali ke Afrika Utara.
Setelah malang-melintang dalam kehidupan politik praktis, naluri kesarjanaannya memaksanya memasuki tahapan baru dari kehidupannya yaitu ber-khalwat. Dalam masa khalwat dari tahun 1374-1378 itu, beliau menyelesaikan karya al-Muqaddimah yang populer dengan sebutan Muqadimah Ibnu Khaldun, sebuah karya yang seluruhnya berdasarkan penelitian yang baik. Pada tahun 178 M, selanjutnya beliau meninggalkan Qal’at menuju Tunis. Di Tunis beliau mendapatkan tugas menuju Makkah 24 Oktober 1382 untuk ibadah haji dan singgah di Kairo. Sampai di sini, berakhirlah petualangan Ibnu Khaldun dalam intrik-intrik politik yang kadang membuatnya menjadi seorang oportunis.
3.      Fase ketiga: Aktivitas Akademis dan Kehakiman Masa mi merupakan fase terakhir dari tahapan perjalanan Ibnu Khaldun, fase ini dihabiskan di Mesir kurang lebih 20 tahun antara 1382-1406 M. Tiba di Kairo, Mesir pada 06 Januari 1983. Pada masa ini dinasti Mamluk sedang berkuasa. Kemajuan peradaban dan stabilitas politik saat itu menjadikan Ibnu Khaldun lebih tertarik dan karyanya al-Muqaddimah merupakan magnum opus atau kedatangan karyanya lebih dahulu daripada pengarangnya sehingga kedatangannya disambut gembira dikalarigan akademisi, disinilah tugas barunya sebagai seorang pengajar dilakukan Ibnu Khaldun. Ibnu Khaldun memberi kuliah di lembaga-lembaga pendidikan Mesir, seperti Universitas al-Azhar, Sekolah Tinggi Hukum Qamhiyah, Sekolah Tinggi Zhahiriyyah dan sekolah tinggi Sharghat Musyiyyah. Mata kuliah yang disampaikan adalah fiqih, hadis dan beberapa teori tentang sejarah sosiologi yang telah ditulisnya dalam Muqadimah. Selain berjuang dalam dunia akademik, Ibnu Khaldun juga melakukan kegiatan yang berkaitan dengan dunia hukum.
Pada tanggal 8 Agustus 1384 M, Ibnu Khaldun diangkat oleh Sultan Mesir, al-Zhahir Barqa, sebagai hakim Agung Madzab Maliki pada mahkamah Mesir, jabatan yang diemban dengan penuh antusias ini dimanfaatkan oleh Ibnu Khaldun untuk melakukan reformasi hukum. la berupaya membasmi tindak korupsi dan hal-hal yang tidak beres lainnya di Mahkamah tersebut. Akan tetapi, reformasi ini ternyata membuat orang-orang yang merasa dirugikan menjadi marah dan dengki. Mereka kemudian berusaha memfitnah Ibnu Khaldun dengan berbagai tuduhan, sehingga ia dicopot dari jabatan ini setelah satu tahun memangkunya. Fitnah yang dialamatkan kepada Ibnu Khaldun sebenarnya tidak dapat dibuktikan, tetapi ia tetap bersikeras untuk mengundurkan diri dari jabatan tersebut Pada tahun 1387 M Ibnu Khaldun melaksanakan ibadah haji kemudian dia diangkat lagi sebagai hakim agung Mahkamah Mesir oleh Sultan Mesir Nashir Faraj, putera Sultan Burquq.
Pada masa ini, Ibnu Khaldun sempat berkunjung ke Damaskus dan Palestina dalam rangka mempertahankan Mesir dari serangan Mongol. Dan pertemuan selama 35 hari di Damaskus, Syria merupakan peristiwa penting terakhir bagi Ibnu Khaldun dalam perjalanan hidupnya yang penuh ketegangan, penderitaan di balik kesuksesanya. Setelah itu ia melanjutkan profesinyasebagai hakim Agung Madzab Maliki hingga wafatnya pad tanggal 16 Maret 1406 M (26 Ramadhan 808 H) dalam usia 74 tahun di Mesir, jenazahnya dimakamkan di pemakaman para sufi di luar Bab al-Nashir, Kairo.

II.II Konsep Pendidikan Ibn Khaldun

1. Pandangan Tentang manusia Didik
Ibn khaldun melihat manusia tidak terlalu menekankan pada segi kepribadiannya, sebagaimana yang biasanya dibicarakan para filosof, baik islam maupun luar islam. Ia lebih banyak melihat manusia dalam hubungannya dan interaksinya dengan kelompok-kelompok yang ada di masyarakat. Dalam konteks inilah sering disebut sebagai salah seorang pendiri sosiologi dan antropologi.
Apa yang terkesan tentang konsep manusia menurut khaldun adalah karena ia seorang muslim. Ia telah mempunyai asumsi-asumsi kemanusiaan sebelumnya lewat pengetahuan yang ia peroleh dalam ajaran islam. Oleh karena itu, konsepsi-konsepsi kemanusiannya adalah hasil dari derifikasi upaya intelektual khaldun untuk membuktikan dan memahami asumsi al-qur’an tersebut lewat gejala dan aktifitas kemanusiaan. Ibn khaldun memandang manusia sebagai mahluk yang berbeda dengan berbagai mahluk lainnya. Manusia kata ibn khaldun adalah mahluk berpikir. Oleh karena itu ia mampu melahirkan ilmu pengetahuan dan teknologi. Sifat-sifat semacam ini tidak dimiliki oleh mahluk lainnya. Lewat kemampuan pikirnya itu, manusia tidak hanya membuat kehidupannya, tetapi juga menaruh perhatian terhadap berbagai cara guna memperoleh makna hidup. Proses-proses yang semacam ini melahirkan peradaban.
Menurut ibn khaldun, manusia memiliki perbedaan dengan mahluk lainnya, khususnya binatang. Perbedaan ini antara lain karena manusia disamping memiliki pemikiran yang dapat menolong dirinya untuk menghasilkan kebutuhan hidupnya, juga memiliki sikap hidup bermasyarakat yang kemudian dapat membentuk suatu masyarakat yang antara satu dan lainnya saling menolong. Dari keadaan manusia yang demikian itu maka timbullah ilmu pengetahuan dan masyarakat. Pemikiran tersebut pada suatu saat diperlukan dalam menghasilkan sesuatu yang tidak dapat dicapai oleh panca indera. Ilmu yang demikian mesti diperoleh dari orang lain yang telah lebih dahulu mengetahuinya. Mereka itulah yang kemudian disebut guru. Agar proses pencapaian ilmuyang demikian itu, maka perlu diselenggarakan kegiatan pendidikan.
Pada bagian lain, ibn khaldun berpendapat bahwa dalam proses belajar atau menuntut ilmu pengetahuan, manusia disamping harus sungguh-sungguh juga harus memiliki bakat. Menurutnya dalam mencapai pengetahuan yang bermacam-macam itu seseorang tidak hanya membutuhkan ketekunan,tetapi juga bakat. Berhasiknya suatu keahlian dalam satu bidang ilmu atau disiplin memerlukan pengajaran.

2. Pandangan Tentang Ilmu
Selanjutnya ibn khaldun berpendapat bahwa pertuhan pendidikan dan ilmau pengetahuan dipengaruhi oleh peradaban. Hal inidapat dilihat pada negara qairawan dan cardova yang keduanya berperadaban andalus dan luas pula problematikanya atau heterogen. Di situ terdapat pertumbuhan ilmu, pabrik-pabrik, pasar yang tersusun rapi. Keadaan ini akan berpengaruh terhadap corak pendidikannya.
Pada bagian lain, ibn khaldun mengatakan pada adanya perbedaan lapisan sosial timbul dari hasil kecerdasan yang diproses melaui pengajaran. Hal ini berbeda dengan apa yang diduga oleh sebagian orang yang mengatakan bahwa perbedaan ini bersumber pada perbedaan hakikat kemanusiaan sebagai mana telah disebutkan di atas.
Berkenaan dengan ilmu pengetahuan, ibn khaldun membaginya menjadi tiga macam, yaitu:
a.       Ilmu lisan (bahasa) yaitu ilmu tentang tata bahasa (gramatika) sastra atau bahasa yang tersusun secar puitis (sya’ir).
b.      Ilmu naqli, yaitu ilmu yang diambil dari kitab suci dan sunah Nabi. Ilmu ini berupa membaca kitab suci al-qur’an dan tafsirnya, sanad dan hadits yang pentashihannya serta istimbat tentang kaidah-kaidah fiqih. Dengan ilmu ini manusia akan dapat mengetahi hukum-hukum Allah yang diwajibkan kepada manusia. Dari al-qur’an itulah akan didapati ilmu-ilmu tafsir, ilmu hadits, ilmu ushul fiqih yang dapat dipakai untuk menganalisa hukum-hukum Allah itu melaui cara instinbath.
c.       Ilmu ’aqli, yaitu ilmu yang dapat menunjukkan manusia dengan daya pikir atau kecerdasannya kepada filsafat dan semua ilmu pengetahuan. Termasuk di dalamnya kategori ilmu ini adalah ilmu mantiq (logika), ilmu alam, ilmu ketuhanan, ilmu-ilmu teknik, ilmu hitung, ilmu tingkah laku (behavior) manusia, termasuk juga ilmu sihir dan ilmu nujum (perbintangan). Mengenai ilmu nujum, ibn khaldun menganggapnya sebagai ilmu yang fasid, karena ilmu ini dapat dipergunakan untuk meramalkan segala kejadian sebelum terjadi atsa dasar perbintangan. Hal ini merupakan suatu yang batil, berlawanan  menciptakan kecuali Allah sendiri.
Di antara ilmu tersebut ada yang harus diajarkan kepada anakdidik, yaitu:
                                                              i.      Ilmu syari’ah dengan semua jenisnya.
                                                            ii.      Ilmu filsafat seperti ilmu alam dan ilmu ketuhanan.
                                                          iii.      Ilmu alat yang membantu ilmu agama seperti ilmu bahasa, gramatika, dan sebagainya.
                                                          iv.      Ilmu alat yang membantu ilmu filsafah seperti ilmu mantiq.
Selain itu ibn khaldun berpendapat bahwa al-qur’an adalah ilmu yang pertamakali harus diajarkan kepada anak, karena mengajarkan alquran kepada anak termasuk syari’at islam yang dipegang teguh oleh para ahlia agama dan dijunjung tinggi oleh setiap umat islam. Al-qur’an yang telah ditanamkan pada anak didik akan jadi pegangan hidupnya, karena pengajaran pada masa kanak-kanak masih mudah, karena otak si anak masih jernih.
3. Metode Pengajaran
Menurut ibn khaldun bahwa mengajarkan pengetahuan kepada pelajar hanyalah akan bermanfaat apa bila dilakukan dengan berangsur-angsur, setapak demi setapak dan sedikit demi sedikit. Pertama-tama ia harus diberi pelajaran tentang soal-soal mengenai setiap cabang pembahasan yang dipelajarinya. Keterangan-keterangan diberikan harus secara umum, dengan memperhatikan kekuatan berpikir pelajar dan kesanggupanya memahami apa yang diberikan kepadanya. Apabila dengan jalan itu pembahasan poko telah dipahami, maka ia telah memperoleh keahlian dalam cabang ilmu pengetahuan tersebut, tetapi itu baru sebagian keahlian yang belum lengkap. Sedangkan, hasil keseluruhannya dari keahlian itu adalah ia memahami pembahasan pokok itu seluruhnya dengan segala seluk-beluknya. Untuk itu jika pembahasan yang poko itu belum dicapai dengan baik, maka harus diulanginya kembali hingga dikuasai benar.
Kita menyaksikan banyak guru-guru dari generasi kita ini yang tidak tahu sama sekali tentang cara-cara mengajar, akibatnya memberikan kepada pelajar sejak dari permulaan masalah-masalah tersebut.
Dengan hubungannya dengan mengajarkan ilmu kepada anak didik, ibn khaldun menganjurkan agar para guru mengajarkan ilmu pengetahuan kepada anak didik dengan metode yang baik dan mengetahui faedah yang dipergunakannya dan seterusnya. Ibn khaldun lebih lanjut mengemukakan kesulitan yang dihadapi para pelajar yang didasarkan pada penglihatannya yang tajam terhadap para pelajar yang dijumpainya. Kesalahan tersebut disebabkan karena para pendidik tidak menguasai ilmu jiwa anak. Menurutnya seseorang yang dahulunya diajarkan dengan cara kasar, keras, dan cacian, akan dapat mengakibatkan gangguan jiwa pada si anak. Anak yang demikian cenderung menjadi pemalas dan pendusta, murung, dan tidak percaya diri serta berperangai buruk, mengemukakan sesuatu yang tidak sesuai dengan keadaan yang sebenarnya yang disebabkan ia merasa takut dipukul.
Selain dengan pemikirannya itu, ibn khaldun menganjurkan agar pendidik bersikap sopan dan halus pada muridnya. Hal ini juga sikap orang tua terhadap anaknya, karena orang tua adalah pendidik yang utama. Selanjutnya jika keadaan memaksa harus memukul si anak, maka pukulan tersebut tidak boleh lebih dari tiga kali.
II.III Spesialisasi

Menurut ibn khaldun, orang yang mendapat keahlian dalam salah satu pertukangan jarang sekali yang ahli dalam pertukangan lainnya, misalnya tukang jahit. Hal ini disebabkan karena sekali seseorang telah menjadi ahli dalam menjahit hingga keahliannya itu tertanam berurat-berakar dalam jiwanya, maka setelah itu ia tidak akan ahli dalam pertukangan kayu dan batu, kecuali apabila keahlian yang pertama itu belum tertanam dengan kuat dan belum memberi corak terhadap pemikirannya. Hal ini juga didasarkan pada alasanya bahwa keahliannya itu adalah sifat atau corak jiwa yang tidak dapat tumbuh serempak. Dan mereka yang dipikirannya masih mentah, dan dalam keadaan masih kosong akan lebih mudah mendapatkan keahlian-keahlian baru yang dapat mereka dapat dengan lebih mudah. Tetapi apabila jiwa itu telah bercorak dengan semacam keahlian tertentu dan tidak lagi dalam keadaan kosong, maka cetakan keahlian itu akan menjadikan jiwa itu kurang tertarik dan kurang bersedia menerima keahlian-keahlian baru .
Dari uraian tersebut diatas, terlihat bahea ibn khaldun adalah seorang tokoh yang menaruh perhatian yang besar terhadap pendidikan. Konsep pendidikan yang dikemukakannya nampak sangat dipengaruhi oleh pandangan manusia sebagai mahluk yang harus dididik, dalam rangka melaksanakan fungsi sosialnya di tengah-tengah masyarakat. Pendidikan adalah alat ukur membantu seseorang agar dapat hidup bermasyarakat dengan baik.[1]

II.IV Ketokohan Ibn Khaldun

Ibn Khaldun dikenal sebagai seorang sejarawan dan bapak sosiologi Islam. Ia juga dikenal sebagai Bapak Ekonomi Islam, karena pemikirannya tentang teori ekonomi yang logis dan realistis jauh telah dikemukakannya sebelum Adam Smith (1723-1790) dan David Ricardo (1772-1823)2. Bahkan ketika memasuki usia remaja, tulisan-tulisannya sudah menyebar ke mana-mana. Tulisan-tulisan dan pemikiran Ibnu Khaldun terlahir karena studinya yang sangat mendalam terhadap berbagai masyarakat yang dikenalnya. Ibn Khaldun seorang Fenomenolog. Ia juga seorang konseptor ulung dalam hal teori politik Islam.Pemikiran-pemikirannya yang cemerlang mampu memberikan pengaruh besar bagi cendekiawan-cendekiawan Barat dan Timur, baik Muslim maupun non-Muslim. Ibn Khaldun pernah menduduki jabatan penting di Fes, Granada, dan Afrika Utara serta pernah menjadi guru besar di Universitas al-Azhar, Kairo yang dibangun oleh dinasti Fathimiyyah. Dari sinilah ia melahirkan karya-karya yang monumental hingga saat ini. Nama dan karyanya harum dan dikenal di berbagai penjuru.

 II.V Hasil Pemikiran Ibn Khaldun

1. Kerajaan dan Dinasti hanya bisa ditegakkan atas bantuan dan solidaritas rakyat; menurut Khaldun jika ingin mendirikan Negara maka tidak bisa tidak, solidaritas rakyat harus digalang sampai muncul satu tekad sanggup berjuang dan mati bersama demi satu tujuan.
2. Negara yang Kuat adalah Negara yang didasarkan pada Agama; hemat Khaldun, kekuasaan diperoleh dengan kemenangan, sedangkan kemenangan diperoleh dengan membentuk solidaritas yang kuat. Solidaritas terbentuk jika rakyat mempunyai kesatuan tujuan, dan pada kesatuan tujuan inilah peran agama sangat signifikan .
3. Negara tidak dapat berdiri kalau Pembesar dan Rakyatnya beda tujuan dan semuanya takut mati.
4. Negara yang kuat adalah negara yang memiliki keunggulan dalam hal syaukah, Ashabiyah dan Maaliyah .
5. Negara yang liar kedaulatannya akan sangat luas.
6. Jarang ada Negara Plural yang Aman.
7. Pecahnya Negara merupakan konsekuensi kelemahan negara.
8. Usaha sentralisasi kekuasaan, kemewahan serta sifat malas merupakan indikasi sudah dekatnya masa kehancuran sebuah negara.
9. Selanjutnya, negara akan sampai pada fase dimana pemerintah lebih percaya pada sekutu asing.
10. Negara yang ditaklukan pasti akan selalu meniru yang menang, dan cenderung lebih cepat lenyap.
11. Kezaliman Penguasa membawa kehancuran Negara dan Peradaban.
12. Terdapat ledakan penduduk pada akhir negara, disertai wabah dan kelaparan yang meningkat .

II.VI Pendidikan ibn khaldun

            Ibn khaldun mengawali pendidikannya dengan membaca al-qur’an,hadis,fiqih, sastra dan nahu sharaf dengan sarjana-sarjana terkenal pada waktu itu. Tunisia pada waktu itu merupaka pusat ulma dan satrawan di daerah magrib. Dan umur 20 tahun ia bekerja sebagai sekertaris sultan Fez di maroko. Akan tetapi setelah tunisia dan sebagian besar kota-kota di masyriq dan magrib dilanda wabah pes yang dahsyat pada tahun 749 H., mengakibatkan ia kehilangan kedua orang tuanya dan beberapa orang pendidiknya. Dengan kondisi yang demikian, maka pada tahun 1362 ia pindah ke spanyol.
            Menurut Ali Abdul Wahid Wafi,ada ada dua faktor yang menyebabkan Ibn khaldun tidak dapat melanjutkan studinya, yaitu:
1.      Peristiwa wabah pes yang melanda sebagian besar dunia islam mulai dari samarkand sampai maghribi.
2.      Hijrahnya sebagian besar ulama dan sastrawan yang selamat dari wabah pes dari tunisia ke maghrib al-aqsa pada tahun 750 H/1349 M bersama-sama dengan Sultan Abu al-hasan, penguasa Daulah Bani Marin.
Di antara pendidik Ibn khaldun yang terkenal adalah Abu Abdullah Muhammad Ibn Saad Ibn burral al-anshari. Ia belajar al-qur’an dan al-qira’at al-sab’ah. Selain itu, gurunya yang lain adalah ;Syekh Abu Abdullah Ibn al-Arabi al-Hasayiri, muhammad al-Syawwas al-Zarazli, ahmad Ibn al-qassar, syaikh syamsul al-Din Abu Abdullah Muhammad al-Wadisyasyi (belajar ilmu hadis, bahasa arab, fiqih), dan Abdullah Muhammad Ibn Abd al-salam 9belajar ilmu-ilmu pasti, logika dan seluruh ilmu (teknik) kebijakan dan pengajaran di samping dua ilmu pokok (qur’an dan hadis).[2]
II.VII Tujuan Pendidikan menurut Ibn khaldun
      Ibn khaldun percaya bahwa upaya mencapai dan memiliki pengetahuan adalah kebutuhan pokok kehidupan manusia, karena manusia memiliki kemampuan berpikir dan bernalar. Selanjutnya, ia percaya bahwa realitas harus diketahui melalui wahyu dan bukan melalui usaha penalaran intelektual sebagaimana yang demikian itu diyakini oleh para filosof. Dengan demikian kondisi yang pertama untuk mengetahui realitas bagi kaum muslimin adalah al-qur’an dan nabi muhammad SAW. Inilah filsafat pendidikan Ibn khaldun yang terpenting. Ia mengemukakan masalah tersebut dalam dimensi dalam sosiologi dan menghubungkan pendidikan dengan situasi masyarakat islam.
      Tujuan pendidikan mendidikan menurut Ibn khaldun adalah untuk membuat kaum muslimin percaya dan meyakini Tuhan melalui mempelajaria al-qur’an dan ilmu pengetahuan keagamaan. Ilmu pengetahuan yang berkenaan dengan keyakinan dan hukum islam akan membuat kaum muslimin mengetahui realitas yang diarahkan pada upaya mendapatkan akhlak dan tingkah laku yang baik. Dengan demikian ilmu pengetahuan Islam dan tujuan hidupnya akan sejalan dengan ajaran islam dan akan menolongnya untuk menjadi muslim yang baik dan anggota masyarakat yang baik pula.[3]








 BAB III
III.I Kesimpulan

Fase pertama; Masa Pendidikan Fase pertama ini dilalui Ibnu Khaldun di Tunis dalam jangka waktu 18 tahun, yaitu antara tahun 1332-1350 M. Seperti halnya tradisi kaum Muslim pada waktu itu, ayahnya adalah guru pertamanya yang telah mendidiknya secara tradisional, mengajarkan dasar-dasar agama Islam
Fase kedua; Aktifitas Politik Praktis Fase kedua dilalui Ibnu Khaldun dalam berbagai tempat seperti di Fez, Granada, Baugie, Biskara dan lain-lain, dalam jangka waktu 32 tahun antara 1350-1382 M.
Fase ketiga: Aktivitas Akademis dan Kehakiman Masa mi merupakan faseterakhir dari tahapan perjalanan Ibnu Khaldun, fase ini dihabiskan di Mesir kurang lebih 20 tahun antara 1382-1406 M. Tiba di Kairo, Mesir pada 06 Januari 1983. Pada masa ini dinasti Mamluk s
1. Pandangan Tentang manusia Didik
Ibn khaldun melihat manusia tidak terlalu menekankan pada segi kepribadiannya, sebagaimana yang biasanya dibicarakan para filosof, baik islam maupun luar islam.edang berkuasa
2. Pandangan Tentang Ilmu
Selanjutnya ibn khaldun berpendapat bahwa pertuhan pendidikan dan ilmau pengetahuan dipengaruhi oleh peradaban.
3. Metode Pengajaran
Menurut ibn khaldun bahwa mengajarkan pengetahuan kepada pelajar hanyalah akan bermanfaat apa bila dilakukan dengan berangsur-angsur, setapak demi setapak dan sedikit demi sedikit.
Tujuan pendidikan mendidikan menurut Ibn khaldun adalah untuk membuat kaum muslimin percaya dan meyakini Tuhan melalui mempelajaria al-qur’an dan ilmu pengetahuan keagamaan. Ilmu pengetahuan yang berkenaan dengan keyakinan dan hukum islam akan membuat kaum muslimin mengetahui realitas yang diarahkan pada upaya mendapatkan akhlak dan tingkah laku yang baik. Dengan demikian ilmu pengetahuan Islam dan tujuan hidupnya akan sejalan dengan ajaran islam dan akan menolongnya untuk menjadi muslim yang baik dan anggota masyarakat yang baik pula.



DAFTAR PUSTAKA


Nata.Abudin. 1997. filsafatpendidikanislam. Jakarta : Logos WacanaIlmu
Nata.Ziauddin. 2003. Pemikiranpendidikan Islam. Bandung
Ramayulis.2009, 2010.FilsafatPendidikan Islam.Jakarta :KalamMulya








[1] Nata.Abudin. 1997. filsafatpendidikanislam. Jakarta : Logos WacanaIlmu

[2] Nata.Ziauddin. 2003. Pemikiranpendidikan Islam. Bandung

[3] Ramayulis.2009, 2010.FilsafatPendidikan Islam.Jakarta :KalamMulya

Tidak ada komentar:

Posting Komentar