MAKALAH
FILSAFAT UMUM
“Tokoh filsafat Islam IbnKhaldun”
(Sebagai
salah satu tugas untuk memenuhi syarat untuk menyelesaikan studi Filsafat umum dosen pengampu Drs. Mat Jalil .M.Hum.)
Add caption |
Disusun
oleh :
Nama : Eko Mustofa
Npm : 1172724
Prodi : Ekonomi Islam
Semester : II(dua)
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN) JURAI SIWO
METRO
JURUSAN
SYARI’AH
TAHUN
2012
KATA
PENGANTAR
Puji syukur kehadirat
Allah SWT, penyusun dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini. Makalah ini
disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah FilsafatUmum, yang diampu oleh Bapak
Drs. Mat Jalil.M.Hum.
Dalam penyusunan
makalah ini, tidak sedikit hambatan yang penyusun hadapi, namun dengan semangat
dan dibantu oleh rekan-rekan akhirnya penyusunan makalah ini dapat
terselesaikan juga. Tak lupa juga pada kesempatan yang baik ini penyusun ingin
mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dan ikut
berpartisipasi dalam pembuatan makalah ini baik berupa moralmaupun material.
Demi kesempurnaan
makalah ini penyusun menerima kritik dan saran yang membangun, supaya makalah
ini jadi yang lebih baik lagi. Semoga makalah ini bermanfaat bagi penyusun
khususnya dan dapat memberikan manfaat bagi pembaca umumnya.
Metro,
April 2012
Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
I.I Latar Belakang
Abdurrahman Ibn Khaldun (1332 M-1406 M), lahir di Tunisia, adalah sosok pemikir muslim legendaris. Khaldun membuat karya tentang pola
sejarah dalam bukunya yang terkenal: Muqaddimah, yang dilengkapi dengan kitab
Al-I’bar yang berisi hasil penelitian mengenai sejarah bangsa Berber di Afrika
Utara. Dalam Muqaddimah itulah Ibnu Khaldun membahas tentang filsafat sejarah
dan soal-soal prinsip mengenai timbul dan runtuhnya negara dan bangsa-bangsa.
Ibnu Khaldun menempuh pendidikan di Tunis untuk mempelajari Al-Qur’an,
Hadist, serta beberapa cabang studi Islam. Ia juga belajar kesusastraan Arab, filsafat,
matematika, dan ilmu falak. Ketika remaja, ia mengabdi kepada penguasa Mesir,
Sultan Barquq.
Arnold Toynbee, sejarawan asal Inggris, menilai kemampuan pemikiran dan
karya-karya Ibnu Khaldun dapat disejajarkan dengan Thusydides dan Machiavelli.
Bahkan, kini semakin banyak ilmuwan dunia yang memandang Ibnu Khaldun sebagai
peletak dasar-dasar falsafah sejarah dan sosiologi. Tentang ihwal keruntuhan
sebuah negara, simak sepenggal isi Muqaddimah:
“Ia berlaku disebabkan beberapa faktor utama seperti berlakunya kedzaliman,
penindasan dan kehilangan akhlak di kalangan pemerintah serta kesatuan yang
baik antara komuniti masyarakat ke arah mengislahkan kerusakan serta kerja
menegakkan makruf dan mencegah kemungkaran yang berlaku.”
Maksud Ibnu Khaldun dalam pernyataan ini adalah bahwa jatuhnya sebuah
negara atau pemerintahan semata-mata disebabkan oleh ulah kaum di dalam negara
itu sendiri, bahwa negara-negara mempunyai usia alami sebagaimana manusia.
Jatuh bangunnya sebuah negara ditentukan oleh sikap manusia yang ada di
dalamnya. Ketidakadilan, kekecewaan rakyat, serta tirani adalah langkah awal
kehancuran sebuah negara.
Ibnu Khaldun berharap agar penguasa-penguasa muslim menjadi bijak, arif,
dan tidak tenggelam dalam keserakahan. Asa Ibnu Khaldun tersebut dipengaruhi
oleh ajaran Plato tentang konsep “Raja-Filosof”. Namun, harapan seperti ini
tampaknya tidak kunjung menjadi kenyataan, baik pada masa hidup Ibnu Khaldun
ataupun sesudahnya. Penguasa-penguasa ideal yang tampil dalam panggung sejarah
Islam sudah menjadi sebuah kelangkaan. Kemungkinan, harapan dari pemikiran Ibnu
Khaldun yang menjadi salah satu faktor mengapa Ibnu Khaldun kerap disebut
sebagai sejarawan pesimis.
Ibnu Khaldun juga
kesohor sebagai seorang sejarawan handal. Banyak diantara pemikirannya yang
menjangkit soal sejarah. Tujuan umum penulisan sejarah bagi Ibnu Khaldun adalah
agar generasi berikutnya dapat mengetahui dan menyikapi keadaan masa lalu,
serta dapat mengambil ibrah dalam upaya membangun masa depan (masa depan tegak
di atas masa lalu). Sejarahlah
yang menjadi jembatan pertemuan masa lalu dan masa yang akan datang. Ibnu
Khaldun sangat menonjol di antara sejarawan lainnya, karena memperlakukan
sejarah sebagai ilmu, tidak hanya sebagai dongeng. Dia menulis sejarah dengan
metode baru untuk menerangkan, memberi alasan, dan mengembangkannya sebagai
sebuah filsafat sosial.
Menurut Ibnu Khaldun, sejarah adalah salah satu disiplin ilmu yang
dipelajari secara luas oleh bangsa-bangsa dan generasi-generasi. Dalam hakekat
sejarah, terkandung pengertian observasi dan usaha mencari kebenaran,
keterangan mendalam tentang sebab dan asal muasal benda., serta pengetahuan
tentang substansi, esensi, serta musabab terjadinya suatu peristiwa. Dengan demikian, sejarah benar-benar terhujam berakar dalam
filsafat, dan patut dianggap sebagai salah satu cabang filsafat.
I.II Rumusan Masalah
Penulis telah menyusun beberapa masalah yang akan dibahas dalam
makalah ini sebagai batasan dalam pembahasan bab isi. Adapun beberapa masalah yang akan dibahas dalam
karya tulis ini antara lain:
Ø
Siapakah
Ibn khaldun ?
Ø
Apa
saja konsep yang dibawa Ibn khaldun ?
I.III Tujuan Penulisan
Berdasarkan rumusan
masalah yang disusun oleh penulis di atas, maka tujuan dalam penulisan makalah
ini adalah sebagai berikut:
Ø Untuk
mengetahui siapakah Ibn khaldun.
Ø Untuk
mengetahui apa saja konsep-konsep yang dibawa Ibn khaldun.
BAB II
PEMBAHASAN
II.I Riwayat Singkat Hidup
Ibn Khaldun
Nama lengkap Ibnu Khaldun adalah
Abdurrahman
Abu Zaid Waliuddin bin Khaldun. Nama kecilnya Abdurrahman. Nama panggilnya Abu Zaid; gelarnya
Waliuddin, dan nama populernya Ibnu Khaldun. (Ali Abdul Wahid Wafi’, 1985:5)
Ibnu Khaldun dikenal dengan Ibnu Khaldun karena dihubungkan dengan garis
keturunan kepada kakeknya yang kesembilan, yaitu Khalid bin Utsman, dan dia
adalah orang pertama dari marga ini yang memasuki negeri Andalusia bersama para
penakluk berkebangsaan Arab. Dia dikenal dengan nama Khaldun sesuai dengan
kebiasaan orang-orang Andalusia dan orang-orang Maghribi, yang terbiasa
menambahkan huruf wawu dan nun di belakang nama-nama orang terkemuka sebagai
penghormatan dan takzim, seperti Khalid menjadi Khaldun.
Ibnu Khaldun di lahirkan di Tunisia pada awal Ramadhan tahun 732 H,
atau tepatnya pada 27 Mei 1333. Rumah tempat kelahirannya masih utuh hingga
sekarang yang terletak di jalan Turbah Bay. Dalam beberapa tahun terakhir ini
rumah tersebut menjadi pusat sekolah Idarah ‘Ulya, yang pada pintu masuknya
terpampang sebuah batu manner berukirkan nama dan tanggal kelahiran Ibnu
Khaldun.
Bani Khalduniyah di Andalusia memainkan peran yang cukup menonjol,
baik dalam bidang ilmu pengetahuan maupun politik. Setelah menetap di Carmona,
kemudian mereka pindah ke Sevilla, dikarenakan situasi politik di Andalusia
yang mengalami kekacauan, baik karena perpecahan di kalangan Muslim maupun
karena serangan pihak Kristen di Utara, maka Banu Khaldun pindah lagi ke Afiika
Utara. Al- Hasan Ibn Jabir adalah nenek moyang Ibnu Khaldun yang mula-mula
datang ke Afiika Utara, di mana Ceuta merupakan kota pertama kali yang mereka
pijak, sebelum pindah ke Tunis pada tahun 1223.
Di Tunis, di tempat barunya, Banu Khaldun tetap memainkan peran
penting. Muhammad Ibn Muhammad, kakek Ibnu Khaldun, adalah seorang ‘hajib’,
kepala rumah tangga istana dinasti Hafsh. la sangat dikagumi dan disegani di
kalangan istana, berkali-kali Amir Abu Yahya al-Lihyani (711 H), pemimpin
dinasti al-Muwahhidun yang telah menguasai bani Hafz di Tunis, menawarkan
kedudukan yang lebih tinggi kepada Muhammad Ibn Muhammad, tetapi tawaran itu
ditolaknya, pada akhir hayatnya, kakek Ibnu suka menekuni ilmu-ilmu keagamaan
hingga wafatnya pada 1337 M.
Dari latar belakang keluarganya yang banyak bergerak dalam bidang
politik dan pengetahuan seperti inilah Ibnu Khaldun dilahirkan di Tunisia pada
awal Ramadhan 732 H. Menurut perhitungan para sejarawan, hal ini bertepatan
dengan 27 Mei 1333 M. Kondisi keluarga seperti itu kiranya telah berperan
dominan dalam membentuk kehidupan Ibnu Khaldun. Dunia politik dan ilmu
pengetahuan telah begitu menyatu dalam diri Ibnu Khaldun. Ditambah lag! kecerdasan otaknya juga berperan
bagi pengembangan karirnya.
Secara detail perjalanan hidup Ibnu Khaldun akan dipaparkan dalam tiga
fase, yaitu:
1. Fase pertama; Masa Pendidikan Fase pertama
ini dilalui Ibnu Khaldun di Tunis dalam jangka waktu 18 tahun, yaitu antara
tahun 1332-1350 M. Seperti halnya tradisi kaum Muslim pada waktu itu, ayahnya
adalah guru pertamanya yang telah mendidiknya secara tradisional, mengajarkan
dasar-dasar agama Islam. Di samping ayahnya, Ibnu Khaldun juga mempelajari
berbagai disiplin ilmu pengetahuan dari para gurunya di Tunis. Tunis pada waktu
itu merupakan pusat para ulama dan sastrawan, tempat berkumpulnya para ulama
Andalusia yang lari menuju Tunis akibat berbagai peristiwa politik.
Seperti halnya Toto Suharto, menukilkan
dari Fathiyah Hasan Slaiman bahwa disebutkan beberapa gurunya yang berjasa
dalam perkembangan intelektualnya. Di antaranya adalah Abu Abdillah Muhrnas Ibn
Sa’ad al-Anshari dan Abu al-Abbas Ahmad ibn Muhammad al-Bathani dalam qira’at;
Abu Abdillah Ibn al-Qashar dalam ilmu gramatika Arab; Abu ‘Abdillah Muhammad
Ibn Bahr dan Abu Abdillah Ibn Jabir al-Wadiyasyi dalam sastra; Abu Abdillah
al-Jayyani dan Abu Abdillah ibn Abd al-Salam dalam ilmu fiqh; dan masih banyak
lagi gurunya. Walaupun dia mempunyai banyak guru dan mempelajari berbagai
disiplin ilmu, pendidikan yang diperoleh Ibnu Khaldun sangatlah mendalam dan
terkesan dalam dirinya.
Dilihat dengan banyaknya disiplin ilmu
yang dipelajari oleh Ibnu Khaldun pada masa mudanya, dapat diketahui bahwa
beliau memiliki kecerdasan otak yang luar biasa. Hal ini menunjukkan bahwa Ibnu
Khaldun adalah orang yang memiliki ambisi tinggi, yang tidak puas dengan satu
disiplin ilmu saja. Pengetahuan begitu luas dan bervariasi. Hal ini merupakan
kelebihan yang sekaligus juga merupakan kekurangannya.
2. Fase kedua; Aktifitas Politik Praktis Fase
kedua dilalui Ibnu Khaldun dalam berbagai tempat seperti di Fez, Granada,
Baugie, Biskara dan lain-lain, dalam jangka waktu 32 tahun antara 1350-1382 M.
Karir pertama Ibnu Khaldun dalam bidang pemerintahan adalah sebagai Sahib
al-Alamah (penyimpan tanda tangan), pada pemerintahan Abu Muhammad Ibn
Tafrakhtn di Tunis dalam usia 20 tahun. (Mukti Ali, 1970:17)
Awal karir ini hanya dijalani Ibnu Khaldun
selama kurang lebih 2 tahun, kemudian ia berkelana menuju Biskara karena pada
tahun 1352 M Tunis diserang dan dikuasai oleh Amir Abu Za’id, penguasa
Konstantin sekaligus cucu Sultan Abu Yahya al-Hafsh. Pada waktu Abu Inan
menjadi raja Maroko, Ibnu Khaldun mencoba mendekatinya demi mempromosikan
dirinya ke posisi yang lebih tinggi. Sultan Abu Inan bahkan beliau
mengangkatnya sebagai sekretaris kesultanan di Fez, Maroko. Di kota inilah Ibnu
Khaldun memulai karirnya dalam dunia politik praktis, yaitu pada tahun 1354 M.
Selama 8 tahun tinggal di Fez, banyak
perilakuperilaku politik yang dia lakukan. Sehingga belum lama menjabat sebagai
sekretaris kesultanan, ia dicurigai oleh Abu ‘Inan sebagai pengkhianat bersama
pangeran Abu ‘Abdillah Muhammad dari bani Hafsh yang berusaha melakukan satu
komplotan politik. Iklim politik yang penuh intrik menyebabkan Ibnu Khaldun
meninggalkan Afrika Utara dan demi karirnya sebagai politikus dan pengamat, akhirnya
ia memantapkan pergi ke Spanyol dan sampai di Granada pada tanggal 26 Desember
1362 M.
Ibnu Khaldun diterima baik oleh raja
Granada, Abu Abdillah Muhammad ibn Yusuf. Setahun setelah itu Ibnu Khaldun
diangkat menjadi duta ke istana raja Pedro El Cruel, raja Kristen Castilla di
Sevilla, sebagai seorang diplomat yang ditugaskan untuk mengadakan perjanjian
perdamaian antara Granada dan Sevilla. Karena keberhasilannya, raja V memberi
Ibnu Khaldun tempat dan kedudukan yang semakin penting di Granada. Hal ini
menimbulkan kecemburuan di lingkungan kerajaan, akhirnya beliau memutuskan
untuk kembali ke Afrika Utara.
Setelah malang-melintang dalam kehidupan
politik praktis, naluri kesarjanaannya memaksanya memasuki tahapan baru dari
kehidupannya yaitu ber-khalwat. Dalam masa khalwat dari tahun 1374-1378 itu,
beliau menyelesaikan karya al-Muqaddimah yang populer dengan sebutan Muqadimah
Ibnu Khaldun, sebuah karya yang seluruhnya berdasarkan penelitian yang baik.
Pada tahun 178 M, selanjutnya beliau meninggalkan Qal’at menuju Tunis. Di Tunis
beliau mendapatkan tugas menuju Makkah 24 Oktober 1382 untuk ibadah haji dan
singgah di Kairo. Sampai di sini, berakhirlah petualangan Ibnu Khaldun dalam
intrik-intrik politik yang kadang membuatnya menjadi seorang oportunis.
3. Fase ketiga: Aktivitas Akademis dan
Kehakiman Masa mi merupakan fase terakhir dari tahapan perjalanan Ibnu Khaldun,
fase ini dihabiskan di Mesir kurang lebih 20 tahun antara 1382-1406 M. Tiba di
Kairo, Mesir pada 06 Januari 1983. Pada masa ini dinasti Mamluk sedang
berkuasa. Kemajuan peradaban dan stabilitas politik saat itu menjadikan Ibnu
Khaldun lebih tertarik dan karyanya al-Muqaddimah merupakan magnum opus atau
kedatangan karyanya lebih dahulu daripada pengarangnya sehingga kedatangannya
disambut gembira dikalarigan akademisi, disinilah tugas barunya sebagai seorang
pengajar dilakukan Ibnu Khaldun. Ibnu Khaldun memberi kuliah di lembaga-lembaga
pendidikan Mesir, seperti Universitas al-Azhar, Sekolah Tinggi Hukum Qamhiyah,
Sekolah Tinggi Zhahiriyyah dan sekolah tinggi Sharghat Musyiyyah. Mata kuliah
yang disampaikan adalah fiqih, hadis dan beberapa teori tentang sejarah
sosiologi yang telah ditulisnya dalam Muqadimah. Selain berjuang dalam dunia
akademik, Ibnu Khaldun juga melakukan kegiatan yang berkaitan dengan dunia hukum.
Pada tanggal 8 Agustus 1384 M, Ibnu
Khaldun diangkat oleh Sultan Mesir, al-Zhahir Barqa, sebagai hakim Agung Madzab
Maliki pada mahkamah Mesir, jabatan yang diemban dengan penuh antusias ini
dimanfaatkan oleh Ibnu Khaldun untuk melakukan reformasi hukum. la berupaya
membasmi tindak korupsi dan hal-hal yang tidak beres lainnya di Mahkamah
tersebut. Akan tetapi, reformasi ini ternyata membuat orang-orang yang merasa
dirugikan menjadi marah dan dengki. Mereka kemudian berusaha memfitnah Ibnu
Khaldun dengan berbagai tuduhan, sehingga ia dicopot dari jabatan ini setelah
satu tahun memangkunya. Fitnah yang dialamatkan kepada Ibnu Khaldun sebenarnya
tidak dapat dibuktikan, tetapi ia tetap bersikeras untuk mengundurkan diri dari
jabatan tersebut Pada tahun 1387 M Ibnu Khaldun melaksanakan ibadah haji
kemudian dia diangkat lagi sebagai hakim agung Mahkamah Mesir oleh Sultan Mesir
Nashir Faraj, putera Sultan Burquq.
Pada masa ini, Ibnu Khaldun sempat
berkunjung ke Damaskus dan Palestina dalam rangka mempertahankan Mesir dari
serangan Mongol. Dan pertemuan selama 35 hari di Damaskus, Syria merupakan
peristiwa penting terakhir bagi Ibnu Khaldun dalam perjalanan hidupnya yang
penuh ketegangan, penderitaan di balik kesuksesanya. Setelah itu ia melanjutkan
profesinyasebagai hakim Agung Madzab Maliki hingga wafatnya pad tanggal 16
Maret 1406 M (26 Ramadhan 808 H) dalam usia 74 tahun di Mesir, jenazahnya
dimakamkan di pemakaman para sufi di luar Bab al-Nashir, Kairo.
II.II Konsep Pendidikan Ibn
Khaldun
1. Pandangan Tentang
manusia Didik
Ibn khaldun melihat manusia tidak terlalu
menekankan pada segi kepribadiannya, sebagaimana yang biasanya dibicarakan para
filosof, baik islam maupun luar islam. Ia lebih banyak melihat manusia dalam
hubungannya dan interaksinya dengan kelompok-kelompok yang ada di masyarakat.
Dalam konteks inilah sering disebut sebagai salah seorang pendiri sosiologi dan
antropologi.
Apa yang terkesan tentang konsep manusia
menurut khaldun adalah karena ia seorang muslim. Ia telah mempunyai asumsi-asumsi
kemanusiaan sebelumnya lewat pengetahuan yang ia peroleh dalam ajaran islam. Oleh
karena itu, konsepsi-konsepsi kemanusiannya adalah hasil dari derifikasi upaya
intelektual khaldun untuk membuktikan dan memahami asumsi al-qur’an tersebut
lewat gejala dan aktifitas kemanusiaan. Ibn khaldun memandang manusia sebagai
mahluk yang berbeda dengan berbagai mahluk lainnya. Manusia kata ibn khaldun
adalah mahluk berpikir. Oleh karena itu ia mampu melahirkan ilmu pengetahuan
dan teknologi. Sifat-sifat semacam ini tidak dimiliki oleh mahluk lainnya.
Lewat kemampuan pikirnya itu, manusia tidak hanya membuat kehidupannya, tetapi
juga menaruh perhatian terhadap berbagai cara guna memperoleh makna hidup.
Proses-proses yang semacam ini melahirkan peradaban.
Menurut ibn khaldun, manusia memiliki
perbedaan dengan mahluk lainnya, khususnya binatang. Perbedaan ini antara lain
karena manusia disamping memiliki pemikiran yang dapat menolong dirinya untuk
menghasilkan kebutuhan hidupnya, juga memiliki sikap hidup bermasyarakat yang
kemudian dapat membentuk suatu masyarakat yang antara satu dan lainnya saling
menolong. Dari keadaan
manusia yang demikian itu maka timbullah ilmu pengetahuan dan masyarakat.
Pemikiran tersebut pada suatu saat diperlukan dalam menghasilkan sesuatu yang
tidak dapat dicapai oleh panca indera. Ilmu yang demikian mesti diperoleh dari
orang lain yang telah lebih dahulu mengetahuinya. Mereka itulah yang kemudian
disebut guru. Agar proses pencapaian ilmuyang demikian itu, maka perlu
diselenggarakan kegiatan pendidikan.
Pada bagian lain, ibn khaldun berpendapat
bahwa dalam proses belajar atau menuntut ilmu pengetahuan, manusia disamping
harus sungguh-sungguh juga harus memiliki bakat. Menurutnya dalam mencapai pengetahuan
yang bermacam-macam itu seseorang tidak hanya membutuhkan ketekunan,tetapi juga
bakat. Berhasiknya suatu keahlian dalam satu bidang ilmu atau disiplin
memerlukan pengajaran.
2. Pandangan Tentang Ilmu
Selanjutnya ibn khaldun berpendapat bahwa
pertuhan pendidikan dan ilmau pengetahuan dipengaruhi oleh peradaban. Hal inidapat
dilihat pada negara qairawan dan cardova yang keduanya berperadaban andalus dan
luas pula problematikanya atau heterogen. Di situ terdapat pertumbuhan ilmu,
pabrik-pabrik, pasar yang tersusun rapi. Keadaan ini akan berpengaruh terhadap
corak pendidikannya.
Pada bagian lain, ibn khaldun mengatakan
pada adanya perbedaan lapisan sosial timbul dari hasil kecerdasan yang diproses
melaui pengajaran. Hal ini berbeda dengan apa yang diduga oleh sebagian orang
yang mengatakan bahwa perbedaan ini bersumber pada perbedaan hakikat
kemanusiaan sebagai mana telah disebutkan di atas.
Berkenaan dengan ilmu pengetahuan, ibn
khaldun membaginya menjadi tiga macam, yaitu:
a. Ilmu lisan (bahasa) yaitu ilmu tentang
tata bahasa (gramatika) sastra atau bahasa yang tersusun secar puitis (sya’ir).
b. Ilmu naqli, yaitu ilmu yang diambil dari
kitab suci dan sunah Nabi. Ilmu ini berupa membaca kitab suci al-qur’an dan
tafsirnya, sanad dan hadits yang pentashihannya serta istimbat tentang
kaidah-kaidah fiqih. Dengan ilmu ini manusia akan dapat mengetahi hukum-hukum
Allah yang diwajibkan kepada manusia. Dari al-qur’an itulah akan didapati
ilmu-ilmu tafsir, ilmu hadits, ilmu ushul fiqih yang dapat dipakai untuk
menganalisa hukum-hukum Allah itu melaui cara instinbath.
c. Ilmu ’aqli, yaitu ilmu yang dapat
menunjukkan manusia dengan daya pikir atau kecerdasannya kepada filsafat dan
semua ilmu pengetahuan. Termasuk di dalamnya kategori ilmu ini adalah ilmu
mantiq (logika), ilmu alam, ilmu ketuhanan, ilmu-ilmu teknik, ilmu hitung, ilmu
tingkah laku (behavior) manusia, termasuk juga ilmu sihir dan ilmu nujum
(perbintangan). Mengenai ilmu nujum, ibn khaldun menganggapnya sebagai ilmu
yang fasid, karena ilmu ini dapat dipergunakan untuk meramalkan segala kejadian
sebelum terjadi atsa dasar perbintangan. Hal ini merupakan suatu yang batil,
berlawanan menciptakan kecuali Allah
sendiri.
Di antara ilmu tersebut ada yang harus
diajarkan kepada anakdidik, yaitu:
i.
Ilmu
syari’ah dengan semua jenisnya.
ii.
Ilmu
filsafat seperti ilmu alam dan ilmu ketuhanan.
iii.
Ilmu
alat yang membantu ilmu agama seperti ilmu bahasa, gramatika, dan sebagainya.
iv.
Ilmu
alat yang membantu ilmu filsafah seperti ilmu mantiq.
Selain itu ibn khaldun berpendapat bahwa
al-qur’an adalah ilmu yang pertamakali harus diajarkan kepada anak, karena
mengajarkan alquran kepada anak termasuk syari’at islam yang dipegang teguh
oleh para ahlia agama dan dijunjung tinggi oleh setiap umat islam. Al-qur’an
yang telah ditanamkan pada anak didik akan jadi pegangan hidupnya, karena pengajaran
pada masa kanak-kanak masih mudah, karena otak si anak masih jernih.
3. Metode Pengajaran
Menurut ibn khaldun bahwa mengajarkan
pengetahuan kepada pelajar hanyalah akan bermanfaat apa bila dilakukan dengan
berangsur-angsur, setapak demi setapak dan sedikit demi sedikit. Pertama-tama
ia harus diberi pelajaran tentang soal-soal mengenai setiap cabang pembahasan
yang dipelajarinya. Keterangan-keterangan diberikan harus secara umum, dengan
memperhatikan kekuatan berpikir pelajar dan kesanggupanya memahami apa yang
diberikan kepadanya. Apabila dengan jalan itu pembahasan poko telah dipahami,
maka ia telah memperoleh keahlian dalam cabang ilmu pengetahuan tersebut,
tetapi itu baru sebagian keahlian yang belum lengkap. Sedangkan, hasil
keseluruhannya dari keahlian itu adalah ia memahami pembahasan pokok itu
seluruhnya dengan segala seluk-beluknya. Untuk itu jika pembahasan yang poko
itu belum dicapai dengan baik, maka harus diulanginya kembali hingga dikuasai
benar.
Kita menyaksikan banyak guru-guru dari generasi
kita ini yang tidak tahu sama sekali tentang cara-cara mengajar, akibatnya
memberikan kepada pelajar sejak dari permulaan masalah-masalah tersebut.
Dengan hubungannya dengan mengajarkan ilmu
kepada anak didik, ibn khaldun menganjurkan agar para guru mengajarkan ilmu
pengetahuan kepada anak didik dengan metode yang baik dan mengetahui faedah
yang dipergunakannya dan seterusnya. Ibn khaldun lebih lanjut mengemukakan
kesulitan yang dihadapi para pelajar yang didasarkan pada penglihatannya yang
tajam terhadap para pelajar yang dijumpainya. Kesalahan tersebut disebabkan karena para pendidik
tidak menguasai ilmu jiwa anak. Menurutnya seseorang yang dahulunya diajarkan
dengan cara kasar, keras, dan cacian, akan dapat mengakibatkan gangguan jiwa
pada si anak. Anak yang demikian cenderung menjadi pemalas dan pendusta,
murung, dan tidak percaya diri serta berperangai buruk, mengemukakan sesuatu
yang tidak sesuai dengan keadaan yang sebenarnya yang disebabkan ia merasa
takut dipukul.
Selain dengan pemikirannya itu, ibn
khaldun menganjurkan agar pendidik bersikap sopan dan halus pada muridnya. Hal
ini juga sikap orang tua terhadap anaknya, karena orang tua adalah pendidik
yang utama. Selanjutnya jika keadaan memaksa harus memukul si anak, maka
pukulan tersebut tidak boleh lebih dari tiga kali.
II.III Spesialisasi
Menurut ibn khaldun, orang yang mendapat
keahlian dalam salah satu pertukangan jarang sekali yang ahli dalam pertukangan
lainnya, misalnya tukang jahit. Hal ini disebabkan karena sekali seseorang
telah menjadi ahli dalam menjahit hingga keahliannya itu tertanam
berurat-berakar dalam jiwanya, maka setelah itu ia tidak akan ahli dalam
pertukangan kayu dan batu, kecuali apabila keahlian yang pertama itu belum
tertanam dengan kuat dan belum memberi corak terhadap pemikirannya. Hal ini
juga didasarkan pada alasanya bahwa keahliannya itu adalah sifat atau corak
jiwa yang tidak dapat tumbuh serempak. Dan mereka yang dipikirannya masih
mentah, dan dalam keadaan masih kosong akan lebih mudah mendapatkan
keahlian-keahlian baru yang dapat mereka dapat dengan lebih mudah. Tetapi
apabila jiwa itu telah bercorak dengan semacam keahlian tertentu dan tidak lagi
dalam keadaan kosong, maka cetakan keahlian itu akan menjadikan jiwa itu kurang
tertarik dan kurang bersedia menerima keahlian-keahlian baru .
Dari uraian tersebut diatas, terlihat
bahea ibn khaldun adalah seorang tokoh yang menaruh perhatian yang besar
terhadap pendidikan. Konsep pendidikan yang dikemukakannya nampak sangat
dipengaruhi oleh pandangan manusia sebagai mahluk yang harus dididik, dalam
rangka melaksanakan fungsi sosialnya di tengah-tengah masyarakat. Pendidikan
adalah alat ukur membantu seseorang agar dapat hidup bermasyarakat dengan baik.[1]
II.IV Ketokohan Ibn Khaldun
Ibn Khaldun
dikenal sebagai seorang sejarawan dan bapak sosiologi Islam. Ia juga dikenal
sebagai Bapak Ekonomi Islam, karena pemikirannya tentang teori ekonomi yang
logis dan realistis jauh telah dikemukakannya sebelum Adam Smith (1723-1790)
dan David Ricardo (1772-1823)2. Bahkan ketika memasuki usia remaja,
tulisan-tulisannya sudah menyebar ke mana-mana. Tulisan-tulisan dan pemikiran
Ibnu Khaldun terlahir karena studinya yang sangat mendalam terhadap berbagai
masyarakat yang dikenalnya. Ibn Khaldun seorang Fenomenolog. Ia juga seorang
konseptor ulung dalam hal teori politik Islam.Pemikiran-pemikirannya yang
cemerlang mampu memberikan pengaruh besar bagi cendekiawan-cendekiawan Barat
dan Timur, baik Muslim maupun non-Muslim. Ibn Khaldun pernah menduduki jabatan
penting di Fes, Granada, dan Afrika Utara serta pernah menjadi guru besar di
Universitas al-Azhar, Kairo yang dibangun oleh dinasti Fathimiyyah. Dari sinilah ia
melahirkan karya-karya yang monumental hingga saat ini. Nama dan karyanya harum
dan dikenal di berbagai penjuru.
II.V Hasil Pemikiran Ibn Khaldun
1. Kerajaan dan Dinasti hanya bisa ditegakkan atas
bantuan dan solidaritas rakyat; menurut Khaldun jika ingin mendirikan Negara
maka tidak bisa tidak, solidaritas rakyat harus digalang sampai muncul satu
tekad sanggup berjuang dan mati bersama demi satu tujuan.
2. Negara yang Kuat adalah Negara yang didasarkan
pada Agama; hemat Khaldun, kekuasaan diperoleh dengan kemenangan, sedangkan
kemenangan diperoleh dengan membentuk solidaritas yang kuat. Solidaritas
terbentuk jika rakyat mempunyai kesatuan tujuan, dan pada kesatuan tujuan
inilah peran agama sangat signifikan .
3. Negara tidak dapat berdiri kalau Pembesar dan
Rakyatnya beda tujuan dan semuanya takut mati.
4. Negara yang kuat adalah negara yang memiliki
keunggulan dalam hal syaukah, Ashabiyah dan Maaliyah .
5. Negara yang liar kedaulatannya akan sangat luas.
6. Jarang ada Negara Plural yang Aman.
7. Pecahnya Negara merupakan konsekuensi kelemahan
negara.
8. Usaha sentralisasi kekuasaan, kemewahan serta
sifat malas merupakan indikasi sudah dekatnya masa kehancuran sebuah negara.
9. Selanjutnya, negara akan sampai pada fase dimana
pemerintah lebih percaya pada sekutu asing.
10. Negara yang ditaklukan pasti akan selalu meniru
yang menang, dan cenderung lebih cepat lenyap.
11. Kezaliman Penguasa membawa kehancuran Negara
dan Peradaban.
12. Terdapat ledakan penduduk pada akhir negara,
disertai wabah dan kelaparan yang meningkat .
II.VI
Pendidikan ibn khaldun
Ibn
khaldun mengawali pendidikannya dengan membaca al-qur’an,hadis,fiqih, sastra
dan nahu sharaf dengan sarjana-sarjana terkenal pada waktu itu. Tunisia pada waktu
itu merupaka pusat ulma dan satrawan di daerah magrib. Dan umur 20 tahun ia
bekerja sebagai sekertaris sultan Fez di maroko. Akan tetapi setelah tunisia
dan sebagian besar kota-kota di masyriq dan magrib dilanda wabah pes yang
dahsyat pada tahun 749 H., mengakibatkan ia kehilangan kedua orang tuanya dan
beberapa orang pendidiknya. Dengan kondisi yang demikian, maka pada tahun 1362
ia pindah ke spanyol.
Menurut
Ali Abdul Wahid Wafi,ada ada dua faktor yang menyebabkan Ibn khaldun tidak
dapat melanjutkan studinya, yaitu:
1.
Peristiwa wabah pes yang melanda sebagian besar dunia
islam mulai dari samarkand sampai maghribi.
2.
Hijrahnya sebagian besar ulama dan sastrawan yang
selamat dari wabah pes dari tunisia ke maghrib al-aqsa pada tahun 750 H/1349 M
bersama-sama dengan Sultan Abu al-hasan, penguasa Daulah Bani Marin.
Di antara pendidik
Ibn khaldun yang terkenal adalah Abu Abdullah Muhammad Ibn Saad Ibn burral
al-anshari. Ia belajar al-qur’an dan al-qira’at al-sab’ah. Selain itu, gurunya
yang lain adalah ;Syekh Abu Abdullah Ibn al-Arabi al-Hasayiri, muhammad
al-Syawwas al-Zarazli, ahmad Ibn al-qassar, syaikh syamsul al-Din Abu Abdullah
Muhammad al-Wadisyasyi (belajar ilmu hadis, bahasa arab, fiqih), dan Abdullah
Muhammad Ibn Abd al-salam 9belajar ilmu-ilmu pasti, logika dan seluruh ilmu
(teknik) kebijakan dan pengajaran di samping dua ilmu pokok (qur’an dan hadis).[2]
II.VII Tujuan Pendidikan menurut Ibn khaldun
Ibn khaldun percaya bahwa upaya mencapai
dan memiliki pengetahuan adalah kebutuhan pokok kehidupan manusia, karena
manusia memiliki kemampuan berpikir dan bernalar. Selanjutnya, ia percaya bahwa
realitas harus diketahui melalui wahyu dan bukan melalui usaha penalaran
intelektual sebagaimana yang demikian itu diyakini oleh para filosof. Dengan
demikian kondisi yang pertama untuk mengetahui realitas bagi kaum muslimin
adalah al-qur’an dan nabi muhammad SAW. Inilah filsafat pendidikan Ibn khaldun
yang terpenting. Ia mengemukakan masalah tersebut dalam dimensi dalam sosiologi
dan menghubungkan pendidikan dengan situasi masyarakat islam.
Tujuan pendidikan mendidikan menurut Ibn
khaldun adalah untuk membuat kaum muslimin percaya dan meyakini Tuhan melalui
mempelajaria al-qur’an dan ilmu pengetahuan keagamaan. Ilmu pengetahuan yang
berkenaan dengan keyakinan dan hukum islam akan membuat kaum muslimin
mengetahui realitas yang diarahkan pada upaya mendapatkan akhlak dan tingkah
laku yang baik. Dengan demikian ilmu pengetahuan Islam dan tujuan hidupnya akan
sejalan dengan ajaran islam dan akan menolongnya untuk menjadi muslim yang baik
dan anggota masyarakat yang baik pula.[3]
BAB III
III.I Kesimpulan
Fase pertama; Masa Pendidikan Fase pertama
ini dilalui Ibnu Khaldun di Tunis dalam jangka waktu 18 tahun, yaitu antara
tahun 1332-1350 M. Seperti halnya tradisi kaum Muslim pada waktu itu, ayahnya
adalah guru pertamanya yang telah mendidiknya secara tradisional, mengajarkan
dasar-dasar agama Islam
Fase kedua; Aktifitas Politik Praktis Fase
kedua dilalui Ibnu Khaldun dalam berbagai tempat seperti di Fez, Granada,
Baugie, Biskara dan lain-lain, dalam jangka waktu 32 tahun antara 1350-1382 M.
Fase ketiga: Aktivitas Akademis dan
Kehakiman Masa mi merupakan faseterakhir dari tahapan perjalanan Ibnu Khaldun,
fase ini dihabiskan di Mesir kurang lebih 20 tahun antara 1382-1406 M. Tiba di
Kairo, Mesir pada 06 Januari 1983. Pada masa ini dinasti Mamluk s
1. Pandangan Tentang
manusia Didik
Ibn khaldun melihat manusia tidak terlalu
menekankan pada segi kepribadiannya, sebagaimana yang biasanya dibicarakan para
filosof, baik islam maupun luar islam.edang berkuasa
2. Pandangan Tentang Ilmu
Selanjutnya ibn khaldun berpendapat bahwa
pertuhan pendidikan dan ilmau pengetahuan dipengaruhi oleh peradaban.
3. Metode Pengajaran
Menurut ibn khaldun bahwa mengajarkan
pengetahuan kepada pelajar hanyalah akan bermanfaat apa bila dilakukan dengan
berangsur-angsur, setapak demi setapak dan sedikit demi sedikit.
Tujuan pendidikan
mendidikan menurut Ibn khaldun adalah untuk membuat kaum muslimin percaya dan
meyakini Tuhan melalui mempelajaria al-qur’an dan ilmu pengetahuan keagamaan.
Ilmu pengetahuan yang berkenaan dengan keyakinan dan hukum islam akan membuat
kaum muslimin mengetahui realitas yang diarahkan pada upaya mendapatkan akhlak
dan tingkah laku yang baik. Dengan demikian ilmu pengetahuan Islam dan tujuan
hidupnya akan sejalan dengan ajaran islam dan akan menolongnya untuk menjadi
muslim yang baik dan anggota masyarakat yang baik pula.
DAFTAR PUSTAKA
Nata.Abudin. 1997. filsafatpendidikanislam.
Jakarta : Logos WacanaIlmu
Nata.Ziauddin. 2003. Pemikiranpendidikan Islam. Bandung
Ramayulis.2009, 2010.FilsafatPendidikan Islam.Jakarta :KalamMulya
Tidak ada komentar:
Posting Komentar